A. PENDEKATAN PIAGET: ANAK OPERASIONAL KONKRET
Menurut Piaget, anak pada usia 7 tahun memasuki suatu tahap yang disebut tahapan “Concrete Operations”, yaitu tahapan ketiga pada
perkembangan kognitif Piaget (kira- kira usia 7 – 12 tahun) dimana anak pada
usia ini sudah menggunakan logika mereka seperti penalaran dalam menyelesaikan
masalah yang memicu logikanya untuk berpikir. Anak pada usia ini mulai
berpikir logika karena rasa keegoisan mereka mulai berkurang dari
sebelumnya dan dapat menangkap/memahami beberapa hal dalam satu situasi. Namun
pikiran anak pada usia ini masih terbatas pada hal-hal yang mencakup situasi
yang nyata.
Perkembangan Kognitif
Pada tahap “concrete operations”, anak
memiliki pemahaman yang lebih baik daripada anak pada tahapan “pre
operational” dalam hal konsep
ruang, hubungan sebab akibat, pengklasifikasian, inductive (pemikiran
logis), deductive (pemikiran yang dapat menghubungkan hal yang
satu dengan yang lain), menyimpan memori dan angka.
Hubungan antar ruang dan Sebab Akibat
Pemahaman yang lebih baik akan hubungan antar
ruang ini menjadikan anak pada tahap “concrete operation” memiliki
ide/pendapat yang
lebih jelas tentang seber apa jauh jarak dari satu tempat ke tempat lain
dan seberapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tersebut, dan
anak dapat dengan mudah mengingat rute dan tanda-tanda sepanjang
jalan mencapai tempat tersebut. Pengalaman sangat berperan dalam
proses perkembangan ini:seorang anak yang ke sekolah pergi dengan
berjalan kaki lebih mengenal lingkungan sekitar di luar rumah,ketika
hendak pergi ke sekolah.
Kedua kemampuan dalam menggunakan peta dan
model dan kemampuan untuk mengkomunikasikan ruang/tempat akan bertambah
baik seiring bertambahnya usia, pendapat/ide dalam hal “hubungan sebab
akibat” juga semakin baik. Pada usia 5 – 12 tahun, jika
ditanyakan tentang hal tuas dan ukuran keseimbangan, akan menghasilkan
jawaban yang sangat bervariasi dimana anak yang lebih tua akan memberikan
jawaban yang lebih benar. Anak-anak juga memahami pengaruh atribut fisik dahulu
kemudian pengaruh faktor spasial.
Pengkategorian
Kemampuan untuk mengkategorikan membantu anak untuk berpikir dengan logika. Pengategorian
termasuk piawai dalam “seriation”, ”transitive inference”, ”class
inclusion” (pencantuman kelas).
1. Seriation (mengurutkan) adalah kemampuan untuk
menyusun sesuatu secara berurutan sesuai dengan ukuran yang satu dengan
yang lainnya seperti berat (dari ukuran paling ringan hingga ukuran paling
berat) atau warna (dari ukuran paling cerah hingga ukuran
paling gelap). Pada usia 7 atau 8 tahun, anak dapat mengetahui
hubungan dari sekelompok tongkat dengan penglihatan dan menyusun berurutan
sesuai ukurannya.
2. Transitive inference adalah kemampuan untuk mengambil
kesimpulan pada hubungan antara dua benda yang berhubungan juga memiliki
hubungan dengan benda ketiga. Contohnya
menentukan tiga tongkat mana yang lebih tinggi ataupun lebih pendek.
3. Class inclusion (pencantuman
kelas) adalah kemamampuan untuk melihat suatu hubungan terhadap
keseluruhan pada bagiannya sendiri. Pemahaman akan “class inclusion”
ini sangat erat kaitannya dengan penalaran deductive dan inductive.
Penalaran Inductive dan Deductive
Menurut Piaget, anak pada tahapan “concrete
operation” hanya menggunakan penalaran induktif. Anak terlebih
dahulu melihat jenis dari sebuah objek, dan kemudian bisa menentukan
kesimpulan umum tentang jenis tersebut terhadap
keseluruhan. Contoh: kerbau milik Andi memakan rumput, tentu
kerbau milik anto pun pasti memakan rumput. Semua kerbau memakan rumput.
Kesimpulan induktif ini hanya bersifat
sementara, karena kemungkinan besar akan banyak informasi-informasi baru
yang diterima yang berbeda dengan pernyataan sebelumnya. Penalaran deduktif
adalah penalaran logis akan pernyataan umum (class) yang dikaitkan
dengan pernyataan khusus (anggota dari class tersebut). Menurut
Piaget, penalaran deduktif sudah ada sebelun remaja.
Konservasi
Angka dan Matematika
Pada usia 6 atau 7 tahun, anak biasanya
sudah bisa menghitung. Anak sudah bisa mengiting soal matematika
sederhana, contoh 4 + 2, anak akan mulai menghitung dengan
menambahkan 2 angka lagi setelah angka yang ditanyakan untuk
dijumlahkan. Maka anak akan menghitung 4, 5, dan
6. Namun pada usia 9 tahun, anak sudah bisa menyelesaikan soal
matematika sederhana dengan menghitung dari angka terkecil ke angka
terbesar atau sebaliknya. Penelitian yang dilakukan pada anak yang
tidak sekolah, untuk mengetahui kemampuan mereka berhitung menyatakan
bahwa kemampuan mereka untuk berhitung berkembang dengan cara mereka sendiri
yang umum pada mereka dan sering sekali kemampuan itu ada tanpa perlu
belajar. Biasanya kemampuan tanpa belajar ini dipengaruhi oleh konteks
budaya. Beberapa pemahaman intuitif terhadap jumlah sudah ada pada usia 4
tahun. Anak belum paham terhadap jumlah, lebih fokus pada angka yang
muncul. Contoh : +
½, anak akan menjawab hasilnya adalah . Anak
juga akan menyatakan bahwa ¼ lebih besar dari ½, karena angka 4
lebih besar dari angka 2.
Pengaruh Perkembangan Saraf
terhadap Kemampuan
Pemikiran yang tidak logis ada pada anak yang
lebih muda mudah disesuaikan, pada anak yang lebih tua logika berpikir
tergantung pada perkembangan saraf dan pengalaman. Anak yang telah
mencapai tahap konservasi memiliki susunan gelombang otak yang berbeda
dengan anak yang belum mencapai tahap konservasi tersebut, biasanya
karena mungkin si anak belum menggunakan bagian/area otak yang berbeda untuk
mengerjakan tugas yang berhubungan dengan pemikiran logika
tersebut. Robbie Case menyatakan bahwa konsep dari seorang anak
menjadi lebih otomatis, pemikiran sudah lebih muda untuk menerima
informasi-informasi baru .
Penalaran Moral
Piaget dan Inheder menyatakan bahwa penalaran
moral melalui 3 tahapan. Anak melewati ketiga tahapan ini dalam usia yang
bervariasi. Ketiga tahapan itu adalah:
1. Sikap yang patuh
didasari otoritas.tahap ini biasanya dialami anak yang berusia 2-7 tahun.
2. Sikap yang menunjukkan peningkatan
fleksibilitas dan beberapa tingkatan kebebasan disertai rasa hormat dan kerja
sama.
3. Sikap dari anak yang sudah mulai bisa
mengikuti aturan.
B. PENDEKATAN PEMROSESAN
INFORMASI: INGATAN DAN KETERAMPILAN LAINNYA
Pemrosesan yang makin cepat, makin efisien
meningkatkan jumlah informasi yang bisa disimpen anak didalam ingatan kerja,
memungkinkannya untuk bisa mengingat kembali dengan lebih baik dan berfikir
pada tingkat yang lebih rumit. Anak-anak usia sekolah juga lebih memahami
menegnai bagaimana ingatan berfungsi dan menggunakan berbagai strategi atau
teknik yang disengaja, untuk membantu mereka mengingat. Karena mereka memiliki
sifat keingin tahuan yang lebih tinggi, mereka jadi lebih sadar akan nformasi
yang harus diperhatikan dan diingat.
Metamemori: Memahami Ingatan
Pada renataran usia antara 5 dan 7 tahun,
lobus frontal pada otak mengalami perkembangan dan pengorganisasian ulang yang
signifikan. Perubahan ini memungkinkan peningkatan dalam mengingat kembali.
Dimana metamemori adalah pengetahuan mengenai proses ingatan.
Dan metakognisi adlah kesadaran seseorang akan proses berfikirnya sendiri.
Anak-anak pada taman kanak-kanak dan kelas 5 tahu bahwa mengingat lebih baik
jika mereka belajar lebih lama dan bahwa orang-orang yang melupakan
banyak hal seiring dengan waktu dan bahwa pembelajaran kembali merupakan
sesuatu yang lebih mudah dibandingkan pembelajaran yang pertama kali.
Pada saat si anak kelas 3 dia sudah tahu
beberapa orang mengingat lebih baik dari yang lain dan beberapa hal mudah
diingat dari yang lain.
Mnemonic : Berbagai Startegi
untuk Mengingat
Strategi mnemonic adalah teknik untuk
membantu ingatan. Startegi ini umumnya terjadi diantara anak-anak dan orang
dewasa seperti penggunaan alat-alat bantu ingatan eksternal. Dimana
alat-alat bantu eksternal adalah strategi mnemonic dengan menggunakan sesuatu
diluar diri seseorang. Sebagai contoh mencatat nomor telefon, membuat
daftar, menyetel alat pengatur waktu, dan menaruh buku perpustakaan
didepan pintu. Misalnya mengucapkan nomor telepon secara berulang-ulang setelah
melihatnya adalah proses pengulangan. Proses pengulangan adalah
strategi mnemonic untuk mempertahankan suatu item didalam memori kerja melalui
pengulangan yang disadari. Organisasi adalah menempatkan informasi secara
mental kedalam berbagai kelompok untuk memudahkan mengingat kembali. misalnya:
hewan, perabot, kendaraan dan pakaian. Elaborasi adalah
strategi mnemonic untuk membuat kaitan mental yang melibatkan item-item yang
akan diingat. Dalam elaborasi, anak-anak mengaitkan berbagai item dengan
sesuatu yang lain, misalnya dikaitkan dengan suau kisah atau khayalan. Senakin
bertambahnya usia, anak-anak dapat mengembangkan strategi yang lebih baik dan
efektif lalu menyesuaikannya. Ketika diajarkan menggunakan suatu strategi, anak-anak
yang lebih tua lebih cenderung menerapkannya pada situasi yang lain. Anak-anak
sering kali menggunakan lebih dari satu strategi untuk suatu tugas dan memilih
bentuk strategi yang berbeda untuk masalah yang berbeda.
Perhatian Selektif
Anak-anak usia sekolah dapat berkonsentrasi
lebih lama dari anak-anak yang lebih mudah dari mereka dapat memusatkan pada
informasi yang mereka perlukan dan inginkan selagi menyaring informasi yang
tidak relevan.
Kapasitas untuk perhatian yang selektif yang
tumbuh karena kematengan meurologis dan merupakan salah satu alasan ingatan
yang meningkat selama masa kanak-kanak tengah. Anak-anak yang lebih tua bisa
mengingat kembali daripada anak-anak yang lebih muda karena mereka lebih mampu
dalam memilih apa yang mereka ingat dan apa yang ingin mereka lupakan.
C. PENDEKATAN
PSIKOMETRIK: PENGUKURAN KECERDASAN
Pengukuran kecerdasan ini dapat
dilakukan pada individu atau, kelompok. Beberapa contoh tes untuk mengukur kecerdasan adalah “the otis –Lennon
School Ability Test”, ”Weschler Intelligence Scale for
Children”, dan lain-lain. Untuk mengetahui hasil tes dalam
pengukuran kecerdasan, hasil dari tes yang dilakukan dibandingkan
dengan hasil yang terstandarisasi (standar yang diperoleh dari skor sampel
anak sebagai perwakilan dari seluruh anak pada usia tersebut).
Kontroversi IQ
Pengukuran kecerdasan menimbulkan kontroversi. Ada yang
setuju dan ada yang tidak. Bagi mereka yang setuju dikarenakan tes
IQ sudah distandarisasi dan penggunaanya sudah meluas, sehingga
menghasilkan informasi yang cukup bia dipercaya dan hasilnya cukup
valid. Bagi yang tidak setuju mereka beralasan bahwa tes IQ itu belum
tentu valid, tes IQ juga dianggap meremehkan kecerdasan anak yang
karena satu dan lain hal tidak mengerjakan tes tersebut dengan benar.
Pengaruh Bersekolah
Sekolah juga mempengaruhi IQ. Didikan
yang diberikan berupa pelajaran juga bisa meningkatkan IQ. Karena
itu, pada saat libur sekolah, bisa saja IQ turun karena diliburkannya
masa aktif sekolah.
Pengaruh etnis dan kultur. Di berbagai
etnis dan kultur, IQ juga berbeda. Banyak pakar yang menyatakan
perbedaan tersebut dikarenakan ketidaksamaan kualitas lingkungan, masalah
pemasukan nutrisi, kondisi kehidupan, stimulasi
intelektual, sekolah, efek tekanan yang dapat memengaruhi harga
diri. Beberapa kritik menyatakan perbedaan etnis dalam IQ karena
kecenderungan untuk memasukkan pertanyaan yang menggunakan kosa kata atau
informasi yang sudah biasa atau diketahui oleh etnis tertentu. Robert
Stenberg menyatakan bahwa kecerdasan dan kultur saling
berhubungan.
Apakah Terdapat Lebih dari Satu Kecerdasan?
Tes IQ cenderung menilai aspek kecerdasan
semuanya yang berfokus hanya untuk yang berguna di bersekolah, tidak
menilai aspek kecerdasan lain seperti akial sehat, keterampilan sosial, wawasan
kreatif, dan pengetahuan akan diri.
Teori Multi Kecerdasan Gardner
Teori Kecerdasan Triarkis Stenberg
Menurut Stenberg, kecerdasan
adalah sekelompok kemampuan mental yang diperlukan oleh anak atau orang dewasa
untuk menyesuaikan diri dengan konteks lingkungan, dan juga untuk
memilih dan membentuk konteks di tempat mereka tinggal dan
beraksi. Teori kecerdasan triarkis Gardner mencakup tiga elemen, yaitu:
1. Componential, adalah aspek kecerdasan analitis;
2. Experiental, adalah insightful atau
kreatif; dan
3. Contextual, adalah kecerdasan yang bersifat
praktis.
Petunjuk Baru dalam Pengujian Kecerdasan
Beberapa alat diagnostik dan prediktif baru
didasarkan pada penelitian neurologis dan teori pemrosesan informasi. Kaufman Assessment
Battery for Children (K-ABC-II) pada edisi keduanya memiliki tes
individual bagi anak usia 3–18 tahun. Tes tersebut dirancang untuk mengetahui
berbagai kemampuan kognitif pada anak dengan kebutuhan yang beragam (autisme
dan gangguan pendengaran dan bahasa) serta dari latar belakang budaya dan
bahasa yang bervariasi. Tes ini terdiri dari subtes-subtes yang
dirancang untuk meminimalkan instruksi dan jawaban verbal dan berbagai item dengan
kandungan budaya yang terbatas. Kaufman Assessment Battery for Children
(K-ABC-II) itu sendiri merupakan suatu tes kecerdasan individual yang
tradisional, dirancang untuk memberikan pengukuran yang adil pada anak-anak
minoritas dan anak-anak dengan cacat tubuh.
Berdasarkan teori Vygotsky, tes dinamis
menekankan prestasi potensial daripada prestasi yang dicapai saat ini. Tes ini
berupaya menangkap arti kecerdasan yang dinamis dengan megukur berbagai proses
belajar secara langsung. Tes dinamis berisi item-item sampai
dua tahun di atas tingkat kompetensi yang ada pada anak saat ini. Saat
pengujian, sebagian tes akan dikerjakan oleh anak tanpa bantuan penguji dan
sebagian lagi dengan bantuan penguji. Kedua hasil yang didapat akan berbeda
(antara dengan dan tanpa bantuan) dan perbedaan ini disebut zone of
proximal development (ZPD) anak.
Dengan menunjuk pada apa yang siap dipelajari
anak, pengetes dinamis dapat memberikan informasi yang lebih berguna kepada
guru daripada tes psikometrik dan juga dapat membantu dalam merancang
intervensi untuk membantu kemajuan anak. Tes ini dapat sangat efektif bagi anak yang kurang beruntung
(dengan gangguan tertentu). Namun, ZPD dilakukan dengan cukup intensif
dan mungkin sulit mengukur dengan tepat.
D. BAHASA
DAN LITERASI
Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem komunikasi yang
terdiri atas kata-kata dan simbol-simbol yang
digabungkan dalam suatu aturan dan digunakan untuk menghasilkan pesan dalam
jumlah tak terbatas. Bahasa menyediakan berbagai macam keperluan
untuk anak anak yang sedang berkembang; yang membantu dia berintaksi
dengan orang lain. Bahasa memberikan berbagai macam keperluan untuk periode
anak yang sedang berkembang, yang membantu anak dalam berinteraksi dengan orang
lain, mengkomunikasikan informasi, mengekspresikan perasaannya, keinginan, dan
pandangan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, untuk mengeksplorasi
dan belajar tentang lingkungan mereka, dan untuk diri
dari kenyataan dengan
menggunakan imajinasi mereka. Bahasa membantu anak untuk
mengatur persepsi dan pemikiran, mengendalikan tindakan
mereka, dan bahkan untuk memodifikasi emosi mereka.
Salah satu bagian terpenting dalam proses
belajar pada perkembangan anak adalah pengembangan komunikasi komunikatif
dimana anak anak mengalami kemampuan dalam menyampaikan pikiran, perasaan, dan
niat dalam cara yang berarti dan budaya berpola. Komunikasi didefinisikan
kedalam dua proses yaitu kita mengirim dan menerima pesan kepada orang lain.
Komponen-komponen dalam Bahasa
1. Fonologi (Phonology)
Fonologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
bunyi atau fonem, termasuk aturan-aturan yang digunakan untuk membentuk
kata.Fonem adalah bunyi bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya dan
disebut sebagai dasar dalam bahasa karena dapat mempengaruhi makna,dan mengubah
arti dari sebuah kata. Misalnya “pola” dengan “bola”.
2. Semantik (Semantics)
Semantik merupakan ilmu yang mempelajari
tentang makna dan kombinasi kata seperti pada frasa,klausa, dan kalimat.
Pemahaman bahasa memerlukan bukan hanya pengetahuan, dan arti dari kata-kata
tertentu, tetapi juga pemahaman tentang bagaimana kita menggunakan kata-kata
dan bagaimana kita menggabungkan mereka dalam frasa dan kalimat. Dengan
demikian sebagai manusia yang terus mengalami perubahan, maka pengetahuan
semantik pun terus berkembang. Misalnya sebagai mahasiswa baru di Fakultas
Psikologi, harus mempelajari kosa kata dari segi psikologis.
3. Tata Bahasa (Grammar)
Tata Bahasa menjelaskan tentang struktur dari
bahasa, dan terdiri dari dua bagian utama, yaitu: morfologi dan sintaksis.
morfologi berkonsentrasi pada unit terkecil dari makna dalam bahasa. seperti
prefiks, sufiks. dan akar kata. Unit-unit ini disebut morfem. Sintaksis
merupakan aspek dari bahasa mengkhususkan kepada bagaimana kata dikombinasikan
kedalam frasa, klausa, dan kalimat. Misalnya, setiap bahasa memiliki aturan
sintaksis yang mengungkapkan tentang
hubungan ketatabahasaan seperti negasi, kepemilikan interogasi, dan penyusunan subyek
dan obyek dalam pernyataan.
4. Pragmatik (Pragmatic)
Pragmatik merupakan seperangkat
aturan yang menspesifikasikan bahasa yang sesuai
untuk konteks sosial tertentu. Jadi, pragmatik secara langsung
menyangkut komunikasi yang efektif dan tepat.
Perkembangan Bahasa pada Masa Kanak-kanak Tengah
Perkembangan Bahasa pada masa kanak-kanak tengah, meliputi:
1. Kosakata telah berkembang, dimana kemampuan anak untuk menggunakan
kata-kata seperti kata kerja bertambah, seperti dalam menggambarkan suatu
tindakan seperti memukul, menampar, menggebuk, menghantam. Anak-anak mengerti
bahwa sebuah kata memiliki lebih dari satu makna, dan mengetahui dalam konteks
mana itu dimaksudkan.
2. Dalam penggunaan
tata bahasa, anak anak pada masa ini belum menggunakan kata-kata berbentuk
pasif, bentuk kata yang mencakup kata bantu have, dan kalimat bersyarat.
3. Pemahaman anak anak
mengenai aturan sintaks ( setelah usia 9 tahun) menjadi makin canggih dan
struktur kalimat menjadi lebih terelaborasi. Anak anak yang lebih tua
menggunakan klausa subordinatif dan mereka melihat dampak semantik sebuah
kalimat sebagai suatu keseluruhan, daripada memusatkan pada urutan kata sebagai
isyarat makna.
4. Pragmatik (pragmatics)
merupakan wilayah utama pertumbuhan linguistik selama masa-masa sekolah. Anak-
anak pada usia ini dapat mengenali kegagalan komunikasi dengan cepat dan
melakukan sesuatu untuk memperbaikinya. Komunikasi anak-anak juga lebih
kolaboratif ketika bekerja dengan pasangan yang berjenis kelamin sama.
Literasi
Belajar membaca dan menulis membebaskan anak
dari keterbatasan komunikasi tatap muka, memberikan mereka akses kepada
berbagai ide dan imajinasi orang-orang di tempat yang jauh dan pada masa silam.
Setelah anak-anak dapat menerjemahkan objek pada sebuah halaman menjadi
pola-pola suara dan makna, mereka dapat mengembangkan strategi canggih yang
kian bertambah untuk memahami apa yang mereka baca, serta mereka dapat
menggunakan kata-kata tertulis untuk mengungkapkan berbagai ide,pikiran, dan
perasaan.
Membaca
Anak-anak dapat mengidentifikasikan kata yang dicetak dengan dua cara, yaitu:
1. Decoding
Decoding merupakan proses analisis fonetik
dimana kata tercetak diubah menjadi bentuk percakapan sebelum disimpan dan
diingat kembali dari ingatan jangka pendek.
2. Visual-based
retrieval (menyimpan dan mengingat kembali berdasarkan visual)
Visual-based retrieval merupakan proses menyimpan dan
mengingat kembali suara tercetak ketika melihat kata sebagai suatu keseluruhan.
Kedua
cara ini membentuk inti dua pendekatan yang berlawanan untuk membaca instruksi, yaitu:
1. Fonetik atau
pendekatan kode (phonetic or code emphasis approach)
Yaitu pendekatan untuk mengajar membaca yang menekankan decoding kata-kata
yang tidak familiar.
2. Pendekatan
keseluruhan bahasa (whole-language approach)
Yaitu pendekatan untuk mengajar membaca yang menekankan penyimpanan dan
pengingatan kembali visual dan penggunaan isyarat kontekstual.
Anak-anak yang dapat memunculkan baik
strategi berdasarkan visual maupun fonetik, menggunakan mengingat kembali
visual untuk kata-kata familiar dan decoding fonetik untuk kata-kata yang tidak
familier, menjadi pembaca yang lebih baik dan serba bisa.
Menulis
Pemerolehan keterampilan menulis bersamaan dengan perkembangan membaca.
Anak-anak prasekolah yang lebih tua mulai menggunakan berbagai huruf, angka,
dan bentuk-bentuk seperti huruf sebagai simbol yang mewakili kata-kata atau
bagian dari kata-kata, suku kata atau fonem. Menulis menuntut anak menilai
secara mandiri apakah tujuan telah dicapai atau tidak.
E. ANAK DI SEKOLAH
Pada masa ini, semua aspek perkembangan anak
juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolahnya sehingga berkembang ke arah yang
lebih baik. Pengalaman pada awal masa sekolah dapat menentukan bagaimana mereka
kedepannya.
Memasuki Kelas Satu
Pada umumnya anak-anak yang akan memasuki
kelas satu akan ada yang merasa semangat ataupun cemas. Awal mereka memasuki
sekolah (pada hari-hari awal) merupakan suatu hal yang penting yang dapat
menjadi tanda bagaimana perkembangan anak tersebut selanjutnya.
Untuk dapat maksimal dalam akademiknya,
anak-anak harus aktif dalam berbagai kegiatan di sekolah, baik itu dalam studi
maupun ekstrakurikuler, karena ekstrakurikuler juga dapat membantu seorang anak
untuk dapat lebih berprestasi di sekolahnya.
Pengaruh Prestasi di Sekolah
Selain dipengaruhi oleh karakteristik,
prestasi seorang anak juga dipengaruhi oleh tiap konteks di dalam kehidupan
mereka seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
Sang Anak : Self Efficacy Beliefs and Gender
Albert Bandura dengan teori kognitif
sosialnya mengatakan bahwa seorang anak dengan self efficacy yang
tinggi pada umumnya memiliki keinginan untuk dapat berprestasi dan lebih
berhasil dibandingkan dengan anak-anak yang tidak percaya akan kemampuan yang
mereka miliki. Dan pada umumnya juga perempuan cenderung lebih baik dalam hal
berprestasi dibandingkan laki-laki.
Penerapan Pola Asuh
Orang tua yang ingin memiliki anak yang
berprestasi akan lebih membuka situasi belajar bagi si anak. Maksudnya ialah
orang tua akan mengatur semua kegiatan anaknya agar dapat terkontrol, misalnya
dengan membuat time table untuk si anak. Hal ini dapat mendukung
prestasi anak tersebut karena secara tidak langsung perilaku orang tua seperti
ini dapat menimbulkan motivasi bagi anak untuk meningkatkan prestasinya (rasa
peduli orang tua terhadap studi anak dapat menimbulkan rasa peduli anak
tersebut juga terhadap studinya).
Cara orang tua memberikan motivasi kepada
anaknya juga mempengarhi pencapaian si anak. Ada dua motivasi yang digunakan
orang tua dalam memotivasi anaknya, yakni :
a. Eksternal
(ekstrinsik)
Dengan memberikan imbalan atas pencapaian mereka.
Cth: Memberikan mainan baru ketika anak mendapatkan prestasi yang baik; atau
memberi hukuman ketika anak mendapat prestasi yang buruk.
b. Internal (intrinsik)
Dengan memberi pujian atau penghargaan atas pencapaian mereka.
Cth: Memberi pujian atas hasil karya anak.
Selain itu, sikap orang tua dalam memberi
perhatian kepada studi anaknya juga mempengaruhi hasil yang akan diperoleh si
anak, seperti :
a. Authoritative
Parents
Bersifat “demokratis” dan orang tua memegang harapan tinggi pada anaknya
(berpusat pada anak). Perhatian yang diberikan menimbulkan sikap internal yang
positif pada anak seperti rasa ingin tahu dan ketertarikan anak terhadap
belajar, dan sebagainya.
b. Authoritarian
Parents
Orang tua dengan sikap seperti ini biasanya berpegang pada motivasi
eksternal. Orang tua akan memantau secara ketat ketika anaknya belajar di
rumah, mengawasi setiap kegiatan anaknya, dan sebagainya. Bukannya meningkatkan
prestasi anak, sikap orang tua terhadap anak yang demikian malah dapat membuat
prestasi anaknya menurun karena si anak mendapat tekanan dari orang tuanya
sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Permissive
Parents
Orang tua yang permisif adalah orang tua yang bersifat acuh tak acuh
terhadap prestasi anaknya di sekolah, dan hasil yang diperoleh juga biasanya
akan sama seperti pada authoritarian parents.
Status Sosial-ekonomi
Status sosial ekonomi cukup kuat berpengaruh
terhadap pencapaian dalam pendidikan anak. Status sosial ekonomi mempengaruhi
kemampuan orang tua dalam menyediakan fasilitas untuk mendukung perkembangan
anaknya.
Di samping itu, lingkungan yang dapat
merangsang kognitif juga dapat meningkatkan motivasi intrinsik anak sehingga
mampu mengembangkan si anak terutama dalam pendidikannya menjadi lebih baik.
Namun tidak jarang seorang anak yang berasal
dari keluarga yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah memiliki prestasi
yang cukup membanggakan. Yang membentuk anak tersebut menjadi demikian ialah
modal sosial yang ia peroleh yang kemudian dimanfaatkan oleh anak tersebut dan
keluarganya. Berbagai subsidi untuk perawatan anak yang diterima orang tua yang
kurang mampu juga dapat menjadi suatu pengaruh bagi anak untuk dapat memiliki
prestasi yang baik di sekolah.
Sistem Pendidikan
Sepanjang abad ke-20 beberapa filosofi
pendidikan mengubah teori dan praktik pendidikan dari “three R’s” (reading,
‘riting, ‘rithmetic) menjadi “child-centered” yang berpusat pada minat
anak-anak. Pada tahun 1980-an pemerintah beberapa negara mengajukan rencana
untuk meningkatkan prestasi siswa di sekolah dengan cara memberikan lebih
banyak tugas. Pendapat ini pun “memanen” pendapat dari masyarakat. Bagi mereka
yang mendukungnya, mereka memandang bahwa tugas/pekerjaan rumah (homework)
dapat memberikan banyak manfaat bagi anak, salah satunya yaitu untuk dapat
mendisiplinkan pikiran dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik. Namun di
lain pihak terdapat kontra yang berpendapat bahwa tugas-tugas hanya akan
membahayakan kesehatan fisik dan emosional dari si anak serta dapat mengganggu
kehidupan keluarganya.
Lingkungan Sekolah
Keadaan di sekolah ternyata merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi prestasi anak di sekolah. Pernyataan ini didukung
oleh hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat yang membuktikan bahwa
suasana dalam belajar di sekolah juga dapat mempengaruhi pencapaian anak dalam
pendidikannya. Kualitas udara, suhu, kelembaban, penerangan, dan mutu suara
yang memadai merupakan hal-hal yang dapat meningkatkan kinerja siswa. Selain
itu, banyaknya peserta didik dalam suatu kelas juga menjadi salah satu
faktornya, dimana berdasarkan penelitian tersebut telah dibuktikan bahwa
anak-anak yang belajar di sekolah yang kuantitas pelajarnya lebih sedikit akan
cenderung lebih sosial dan interaktif, sehingga kualitas belajar-mengajar pun
menjadi maksimal jika dibandingkan dengan mereka yang belajar pada kelas
“besar”.
Inovasi Pendidikan Saat Ini
Suatu sekolah di Chicago pada 1996 merapkan
sistem social promotion, yaitu kebijakan tentang kenaikkan kelas
meskipun mereka tidak memenuhi standar akademik. Mereka menggunakan sistem
tersebut karena berpandangan bahwa dengan menerapkan sistem yang normal
(menggunakan standar akademik untuk kenaikan kelas) hanya akan membawa dampak
yang buruk bagi anak yang tinggal kelas. Mereka juga telah melakukan penelitian
dan mendapatkan hasil bahwa kebijakan tinggal kelas di Chicago tidak
meningkatkan nilai siswa, memperburuk nilai siswa di kelas tertentu, dan
meningkatkan jumlah siswa yang dikeluarkan dari sekolah (dropout).
Banyak pendidik yang berpendapat bahwa
pengidentifikasian sejak dini terhadap anak dapat menjadi solusi untuk
menangani masalah ini. Anak yang memiliki masalah dalam prestasinya di sekolah
dapat diberikan program lain yang menawarkan kelas kecil yang lebih terfokus
kepada anak tersebut, dan hal ini telah dibuktikan oleh mereka yang ikut
sekolah musim panas, dimana mereka cenderung lebih mengungguli sejumlah teman
seusia mereka yang tidak mengikutinya.
Orang tua juga memiliki cara sendiri dalam
upaya meningkatkan prestasi anaknya, yaitu dengan charter school ataupun homeschoolling.
Orang tua memilih cara demikian karena pada umumnya khawatir akan lingkungan
sekolah yang buruk dan juga dengan alasan dan pertimbangan yang lain.
Pemanfaatan Komputer dan Internet
Akhir-akhir ini jumlah anak yang menggunakan
internet meningkat pesat. Sebuah penelitian di Amerika Serikat membuktikan
pernyataan ini dimana tiga dari empat anak sudah memiliki komputer dan dapat
mengakses internet.
Hal ini memiliki dampak positif dan negatif
bagi si anak seperti yang banyak kita ketahui selama ini. Salah satu dampak
positifnya ialah terbukanya pikiran anak mengenai dunia luas sehingga
pengetahuan umum anak akan dapat berkembang dengan cepat, namun di sisi lain
karena terlalu luasnya jangkauan ini maka tidak menutup kemungkinan si anak
juga dapat mengakses informasi yang tidak sepatutnya diperolehnya. Selain itu
mereka juga perlu belajar mengevaluasi secara kritis indornasi yang mereka
temukan di dunia maya dan memisahkan fakta dari pendapat dan iklan.
Budaya
Budaya yang diterima anak turut mempengaruhi
prestasinya akademiknya. Misalnya seperti anak Asia yang tinggal di Amerika.
Sebagaimana budayanya –terutama Asia Timur seperti Jepang, Cina, dan sebagainya,
mereka dituntut untuk lebih mengutamakan pendidikan selama mereka mengenyam
pendidikan. Kebiasaan ini bukan diturunkan oleh gen orangtuanya, melainkan
karena dipengaruhi oleh budaya tersebut, sehingga dengan budaya memprioritaskan
pendidikan tersebut mereka mampu meningkatkan prestasi mereka sendiri.
Pendidikan Bahasa Kedua
Metode belajar dengan dua bahasa cukup
penting dalam perkembangan kognitif anak. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian
yang diperoleh oleh anak-anak di Amerika Serikat yang menggunakan dua bahasa
dalam proses belajarnya di sekolah, misalnya dengan program bilingual
education. Program ini memberi pelajaran kepada anak-anak (yang tidak
menggunakan bahasa Inggris) dalam bahasa asli mereka sambil belajar
bahasa Inggris dan kemudian berpindah ke instruksi pengajaran dengan bahasa
Inggris. Pendekatan ini berpendapat bahwa anak-anak berkembang secara akademik
lebih cepat dalam bahasa asli mereka dan kemudian lebih mudah menyesuaikannya
dalam kelas bahasa Inggris.
Pendekatan lain adalah English-immersion,
dimana dalam pendekatan ini bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa kedua yang
instruksi pengajarannya diberikan hanya dalam bahasa Inggris. Pada pendekatan
ini dinyatakan bahwa semakin awal anak-anak belajar bahasa Inggris, semakin banyak
ia akan menuturkannya, dan semakin baik mereka mempelajarinya. Namun pendekatan
ini tidak selamanya melekat dalam diri seorang anak melainkan keefektifannya
akan menurun dari masa anak-anak awal sampai masa remaja akhir.
Pendekatan lain yang kurang lazim ialah two
way or dual-language learning), yaitu anak-anak berbahasa Inggris dan
berbahasa asing belajar bersama-sama dengan bahasa mereka sendiri dan
masing-masing bahasa.
Anak dengan Permasalahan Belajar
Keterbelakangan Mental (Mental Retardation)
Keterbelakangan mental merupakan fungsi
kognitif yang berada di bawah normal secara signifikan. Hal ini dapat dilihat
dari IQ selotar 70 atau kurang, dan juga defisiensi dalam perilaku adaptif pada
usia yang sesuai yang muncul sebelum umur 18 tahun.
Masalah mengenai keterbelakangan mental ini
karena adanya tren dalam skor IQ, maka untuk menyesuaikannya, tes-tes
kecerdasan dinormakan ulang secara periodik/berkala (dibuat semakin sulit).
Maka pengelompokan anak-anak yang memiliki kecerdasan borderline sebagai
keterbelakangan mental bergantung pada apakah anak telah dites sebelum atau
sesudah pengenalan norma yang lebih kaku.
Banyak hal yang menjadi penyebab
keterbelakangan mental seperti gangguan genetika, kecelakaan yang traumatis, dan
sebagainya. Pencegahan kasus ini dapat dicegah dengan beberapa hal seperti
dengan konseling genetika, perawatan prenatal, amniosentesis, dan sebagainya.
Namun dari semua yang diketahui, 30 sampai 50 persen kasus keterbelakangan
mental ini tidak diketahui penyebabnya.
Banyak anak dengan keterbelakangan mental
mendapatkan manfaat dari sekolah, dimana sekolah akan berupaya untuk
meningkatkan kualitas si anak agar dapat berbaur dan bermanfaat di masyarakat.
Untuk kasus yang lebih parah diperluakan perawatan lebih dan biasanya
perawatannya dilakukan di dalam suatu intuisi.
Kesulitan Belajar (Learn Disabilities –LDS )
Kesulitan belajar adalah gangguan yang
mengganggu aspek belajar dan prestasi belajar yang spesifik. Salah satu
gangguan dalam belajar yang paling umum teridagnosis ialah disleksia (dyslexia)
–merupakan gangguan perkembangan dimana prestasi membaca lebih rendah
dibandingkan yang telah diprediksikan oleh IQ.
Anak yang mengalami kesulitan belajar
kebanyakan diidentifikasi mengalami disleksia. Disleksia menghambat
perkembangan keterampilan bahasa lisan dan tulisan serta dapat menyebabkan
masalah dalam menulis, mengeja, dalam tata bahasa, pemahaman bicara, dan juga
membaca.
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)
Merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan
ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian yang menetap, perhatian yang mudah
teralih, impulsivitas, toleransi yang rendah terhadap kegagalan, dan aktivitas
yang sangat banyak pada waktu dan tempat yang salah. ADHD diderita oleh sekitar
2-11 persen atau lebih anak-anak usia sekolah di seluruh dunia. Kemungkinan
menderita ADHD lebih besar pada anak laki-laki daripada perempuan.
Karakteristik ADHD (tidak memperhatikan dan hiperaktif) muncul pada
berbagai kadar tertentu di kebanyakan anak, dan yang menjadi kekhawatiran
adalah ketika karakteristik ini sering muncul dan parah sehingga mengganggu
fungsi anak di sekolah dan di kehidupan sehari-hari.
ADHD memiliki dasar genetika yang penting,
dimana yang diwariskan mendekati 80 persen. Pada awalnya dasar dari perilaku
ini menguntungkan karena membantu penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan
yang pesat, namun berubah menjadi masalah ketika tingkatnya sudah berlebihan
Masalah saat kelahiran dapat menjadi penyebab gangguan ini, misalnya karena
kelahiran prematur, orang tua yang mengkonsumsi alkohol, kekurangan oksigen,
dan sebagainya.
Penanganan ADHD sering dengan menggunakan
obat-obatan dan terkadang dikombinasikan dengan terapi perilaku, dengan konseling,
penempatan pada kelas khusus, dan sebagainya. Namun penanganan dengan
menggunakan obat-obatan belum diketahui apakah memiliki dampak panjang atau
tidak. Salah satu obat yang digunakan untuk menangani ADHD adalah Ritalin.
Mendidik Anak dengan Berbagai Ketidakmampuan
Salah datu yang dapat dilakukan untuk dapat
mendidik anak dengan ketidakmampuan adaalh dengan memberikan program bagi
perorangan yang dirancang untuk tiap-tiap anak sesuai ketidakmampuannya dengan
adanya keterlibatan orang tua. Anak-anak harus dididik dalam “lingkungan yang
paling sedikit batasannya” yang sesuai dengan kebutuhan mereka, yang
artinya, jikalau memungkinkan, anak dimasukkan ke kelas biasa.
Banyak anak ini yang mengikuti program
“inklusi”, yaitu program yang menggabungkan mereka dengan anak-anak normal
seharian atau setengan hari. Inklusi dapat membantu anak dengan ketidakmampuan
belajar untuk hidup bersama dalam masyarakat dan dapat membantu anak-anak
normal mengetahui dan memahami orang-orang dengan ketidakmampuan. Namun masalah
yang mungkin terjadi pada program ini adalah anak-anak dengan kesulitan belajar
mungkin dievaluasi dengan standar yang tidak realistis, mengakibatkan mereka
tidak naik kelas.
Anak-anak Berbakat
Yang menjadi tolok ukur dalam mengelompokkan
seorang anak termasuk ke dalam berbakat belum jelas. Hal ini dikarenakan suatu
kreativitas atau bakat seni dipandang berdiri sendiri, sehingga kemampuan lain
masih belum jelas penggolongannya.
Mengidentifikasi Anak Berbakat
Salah satu penilaian seorang anak itu
berbakat atau tidak ialah dengan melihat kriteria konvensional. Seorang anak
dengan IQ 130 atau lebih digolongkan sebagai anak yang berbakat. Namun cara ini
masih belum universal karena belum mencakup kemampuan anak dalam bidang lain
misalnya anak yang tingkat kreativitasnya sangat tinggi sehingga jawaban mereka
membuat skor IQ yang diperoleh rendah, anak yang memiliki potensi namun belum
berkembang, dan anak-anak yang memiliki kemampuan khusus (hanya pada bidang
tertentu saja). Namun sekarang tidak sedikit sekolah yang mulai mengadopsi
kriteria majemuk untuk memasukkan anak ke program bakat yang mencakup skor
prestasi, rangking, dan lain-lain, tetapi IQ masih berperan penting dan
terkadang menjadi faktor penentu.
Mendefinisikan dan Mengukur Kreativitas
Kreativitas (creativity merupakan
suatu kemampuan melihat banyak hal dengan sudut pandang yang baru untuk
menghasilkan sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya atau melihat masalah
yang gagal dikenali orang lain dan menemukan pemecahan yang baru dan tak biasa.
Kreativitas yang tinggi tidak harus berkaitan erat dengan kecerdasan akademi
yang tinggi (IQ).
Menurut J. P. Guilford, berpikir dibedakan
atas dua bentuk, yaitu:
1. Berpikir konvergen,
yaitu bentuk yang diukur oleh tes IQ, untuk mencari jawaban tunggal
yang benar.
2. Berpikir divergen,
menghasilkan kemungkinan baru dalam rentang yang lebar.
Berbagai tes kreativitas mengukur konsep
berpikir divergen. Salah satu contoh tes kreativitas yang dikenal luas
adalah The Torrance Test of Creative Thinking. Suatu masalah tentang tes ini adalah sebagian skor bergantung kepada
kecepatan, sedangkan kecepatan bukanlah ciri utama dari kreativitas. Walaupun
hasilnya cukup reliabel, namun kevalidannya masih dipertanyakan, misalnya
apakah mereka juga mengidentifikasi anak yang kreatif dalam kehidupan
sehari-hari. Gliford juga mengatakan bahwa berpikir divergen mungkin saja bukan
faktor satu-satunya atau bahkan paling penting dalam kinerja kreatif.
Mendidik Anak Berbakat
Ada program khusus yang dapat menjadi pilihan
bagi pengembangan diri anak yang berbakat seperti :
1. Enrichment,
yaitu memperluas dan memperdalam pengetahuan dan keterampilan melalui kelas
ekstra, proyek penelitian, kunjungan lapangan, atau pelatihan oleh para ahli.
2. Acceleration,
merupakan pendekatan terhadap pendidikan anak berbakat yang menggerakkan mereka
melalui kurikulum dengan kecepatan pesat yang tidak biasa. Acceleration ini
sering direkomendasikan untuk anak yang sangat berbakat, untuk mempercepat
pendidikan mereka melalui masuk sekolah lebih dini, pelajaran spesifik, dan
sebagainya.
Program-program tersebut tidak hanya mampu meningkatkan prpestasi anak
dalam bidang akademik, tetapi juga cenderung meningkatkan konsep diri dan
penyesuaian sosial si anak.
Namun demikian, beberapa pendidik tidak
mendukung adanya pengelompokan anak yang berbakat dan tidak. Mereka
mengharapkan semua anak mendapatkan manfaat dari dorongan di bidang yang
menjadi minat dan kemampuan mereka. Pengembangan kecerdasan dan kreativitas
pada anak dapat membantu mereka untuk memanfaatkan dan lebih mengembangkan
potensinya. Tingkat kegiatan yang mereka lakukan akan mempengaruhi konsep diri
dan aspek kepribadian lainnya.
0 comments:
Post a Comment